Dismenore
rangkuman jurnal Midwiferia / Vol. 1 ; No.1 / April
2015 Hubungan Anemia, Status Gizi, Olahraga Dan Pengetahuan dengan Kejadian
Dismenore pada Remaja Putri penulis Cholifah dan Alfinda Ayu Hadikasari.
A. Definisi
Dismenore
didefinisikan sebagai menstruasi yang terasa nyeri. Rasa nyeri sering di
gambarkan sebagai kram pada abdomen bagian bawah yang terjadi selama dan tanpa
tanda – tanda infeksi atau penyakit panggul. Dismenore juga sering disertai
sakit kepala, sakit pinggang, diare dan rasa tertekan. Pada kasus berat dapat
terjadi pingsan
B. Klasifikasi
Terdapat dua
kategori dismenore yaitu primer dan sekunder. Dismenore primer adalah
menstruasi yang nyeri tanpa penyebab yang jelas. Dismenore sekunder terjadi
akibat berbagai kondisi patologis, seperti endometritis, salfingitis, atau kelainan
duktus Muller kongenital. Dismenore primer mulai timbul segera setelah
menarche.
Di Indonesia angka
kejadian dismenore sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan
9,36% dismenore sekunder.
C. Faktor
Penyebab
Banyak sekali faktor yang menyebabkan
terjadinya dismenorea yaitu faktor psikologi, faktor konstitusi, faktor
endokrin, faktor alergi dan faktor olahraga, anomali uterus kongenital,
leiomioma submukosa, polip intrauterin atau intraservikal, endometriosis,
adenomiosis, infeksi pelvis akut dan kronis, gizi kurang atau terbatas.
D. Pathofisiologi
1. Anemia
: merupakan salah satu faktor konstitusi yang menyebabkan kurangnya daya tahan
tubuh terhadap rasa nyeri sehingga saat menstruasi dapat terjadi dismenore.
Salah satu fungsi Hb adalah untuk mengikat oksigen kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh, apabila kadar hb kurang maka oksigen yang di ikat dan diedarkan
hanya sedikit, sehingga oksigen tidak dapat tersalurkan ke pembuluh – pembuluh
darah di organ reproduksi yang pada saat itu mengalami vasokonstriksi sehingga
menyebabkan timbulnya rasa nyeri.
2. Status
gizi : yang rendah (underweight) dapat diakibatkan karena asupan makanan yang
kurang, termasuk zat besi yang dapat menimbulkan anemia.Sedangkan status gizi
lebih (overweight) dapat juga mengakibatkan dismenore karena terdapat jaringan
lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembuluh darah atau
terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak pada organ reproduksi wanita,
sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses menstruasi terganggu dan
mengakibatkan nyeri pada saat menstruasi.
3. Kurangnya
olahraga, ketika terjadi dismenore oksigen tidak dapat tersalurkan ke pembuluh
– pembuluh darah yang saat ini mengalami vasokonstriksi sehingga menimbulkan
timbulnya rasa nyeri. Ketika seseorang melakukan olahraga
maka dia dapat menyediakan oksigen hampir 2 kali lipat per menit sehingga
oksigen tersampaikan pada pembuluh darah yang mengalami vasokonstriksi.
4. Kurangnya
informasi, mereka menganggap disminore sebagai suatu permasalahan yang dapat
menyulitkan mereka. Mereka tidak siap untuk menghadapi menstruasi dan segala
hal yang akan di alami oleh remaja putri. Akhirnya kecemasan melanda mereka dan
mengakibatkan penurunan terhadap ambang nyeri yang pada akhirnya membuat nyeri
haid menjadi lebih berat.
E. Penatalaksanaan
Dengan pencegahan yaitu perbaikan Hb
untuk yang menderita anemia, menormalkan status gizi, olahraga yang cukup dan
peningkatan pengetahuan tentang disminore.
F. Rekomendasi
Dismenore merupakan salah satu masalah yang
tidak dapat dicegah, Sebagian besar nyeri haid terjadi saat usia remaja dan
dapat menimbulkan dampak konflik emosional, ketegangan dan kegelisahan. Akibat
dismenore mereka bahkan tidak dapat pergi kesekolah, aktivitas belajar dalam
pembelajaran terganggu, konsentrasi menjadi menurun bahkan tidak ada sehingga
materi yang diberikan selama pembelajaran yang berlangsug tidak bisa ditangkap
oleh remaja yang sedang mengalami dismenore. Para remaja juga kurang memiliki
pengetahuan tentang dismenore sehingga sebagian besar mereka tidak menangani
nyeri yang dialami sebaiknya memperluas pengetahuannya tentang dismenore
sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk mengurangi nyeri saat haid.
Selain itu para orang tua juga perlu mencari informasi dan tidak menganggap
dismenore sebagai hal yang biasa. Mereka dapat mengajak putri mereka
mengunjungi dokter atau terapis untuk mendapatkan terapi baik secara
farmakologis atau non farmakologis. Tidak hanya remaja saja, petugas kesehatan
juga harus peduli. Fokus penyuluhan tidak hanya pada remaja tetapi juga guru
dan orang tua.
Komentar
Posting Komentar